Pendidikan Agama Kristen (PAK)



Oleh: Abdy Busthan

Gereja, sekolah dan semua lembaga serta instansi pendidikan berlabel Kristen yang ada sejak zaman dulu hingga saat ini, bukanlah penemu pendidikan Kristen. Tetapi lebih tepatnya dikatakan sebagai hasil dari pendidikan Kristen. Lalu, kapan dan dimana Pendidikan Agama Kristen (PAK) itu dimulai?

Sebagai dasar penting kehadiran Pendidikan Kristen, Busthan Abdy (2017:121) menegaskan bahwa tidak ada fakta yang dapat diketahui tentang kehadiran Pendidikan Kristen kecuali diketahui dalam relasinya dengan Allah. Tentu signifikansi pendapat ini dalam hubungannya dengan kehadiran Pendidikan Kristen adalah bahwa dengan kehadiran manusia sebagai ciptaan yang segambar dengan Allah, maka manusia harus memuliakan Allah melalui kehidupannya dimuka bumi ini. Sehingga konsep pendidikan secara Alkitabiah tidak hanya berbicara tentang ilmu pengetahuan semata, tetapi juga berbicara soal moralitas dan integritas hidup yang sesuai dengan panggilan dan tuntutan moralitas Allah.

Homrighausen & Enklaar (2004:1-2) berpendapat bahwa PAK bermula dari Allah, karena Dia sendiri yang menjadi Pendidik Agung bagi umat-Nya. Hal ini ditandai dengan terpanggilnya Abraham menjadi nenek moyang bagi umat pilihan Tuhan sekaligus Abraham dinobatkan menjadi bapa orang percaya. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang kehadiran PAK, Alkitab adalah tempat Allah sendiri telah menyatakan rahasia penciptaan manusia dan alam semesta, serta rahasia keselamatan-Nya melalui bangsa Israel.

Pengertian Pendidikan Agama Kristen (PAK)
Hal pertama terkait pengertian Pendidikan Agama Kristen (PAK) adalah bagaimana terlebih dahulu kita memahami makna kata "Agama" dan "Kristen" yang mana pengertian keduanya membentuk substansi utama dari pendidikan yang berpondasikan pada nilai-nilai kehidupan Kristiani yang memancarkan kasih Kristus.

Istilah agama berasal dari kata benda dari bahasa Latin, yaitu "religio", yang nominalizednya berasal dari salah satu diantara tiga kata kerja, yaitu: relegere (untuk berpaling terus-menerus/amati sungguh-sungguh); religare (untuk mengikat diri; kembali); dan reeligere (untuk memilih lagi). Dengan tiga makna yang berbeda dan hanya dengan analisis etimologis saja, maka tidak mungkin akan menyelesaikan ambiguitas untuk mendefinisikan agama, karena masing-masing poin kerja punya pemahaman yang berbeda tentang apa yang dimaksud "agama".

Selama periode abad pertengahan, istilah "agama" digunakan sebagai kata benda untuk menggambarkan seseorang yang telah bergabung dengan ordo monastik (a "agama"). Meskipun perubahan ini hanya terjadi dalam artinya kata saja, namun penting untuk dicatat bahwa istilah agama adalah terutama yang berhubungan dengan istilah Kristen. Yudaisme dan Hindu, misalnya, istilah ini tidak termasuk dalam vocabulary dari mereka.

Sementara untuk kata "Kristen", hanya muncul sebanyak 3 (tiga) kali dalam Alkitab, yaitu dalam kitab Kisah Para Rasul 11:26; Kisah Para rasul 26:28, dan 1 Petrus 4:16. Untuk pertama kali orang-orang percaya disebut Kristen adalah di Athiokia (Kisah 11:26).

Namun perlu dipahami bahwa panggilan Kristen pada saat itu adalah panggilan kasar yang bersifat menyerang. Karena sebenarnya Kristen bukanlah tentang doktrin atau segala sesuatu yang dilakukan oleh orang-orang Kristen. Tetapi orang-orang dapat disebut Kristen karena mempunyai hubungan atau relasi dengan Kristus (Busthan Abdy, 2014).

Dalam Kekristenan, manusia akan menemukan kebebasan sepenuhnya melalui hubungannya dengan Allah. Kebebasan terpatri dalam kemampuan manusia untuk 'memilih'. Sehingga manusia yang dihadapkan dengan Allah dapat memilih untuk membina relasi atau berhubungan dengan Dia ataukah ia hidup tanpa Allah.

Setiap pilihan mutlak memiliki konsekuensinya sendiri-sendiri. Jika manusia memilih untuk membina relasi dan berhubungan dengan Allah, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah mengimplementasikan ajaran Yesus Kristus melalui PAK di mana saja dan kapan saja agar kemuliaan Allah tetap nyata di dalam dunia ini.

Jadi, permulaan munculnya Pendidikan Kristen selalu ditandai dengan terciptanya sebuah "hubungan" atau "relasi" yang baik dengan Allah, seperti dalam konteks penciptaan manusia. Karena Dialah yang memulai segala sesuatunya dan sumber dari ajaran PAK sejak dahulu, sekarang dan selamanya.

Pazmino Robert (2012) menyatakan bahwa untuk memikirkan pendidikan Kristen dan praktik pendidikan secara bertanggungjawab dari sudut pandang Injili, maka orang Kristen, khususnya para pendidik Kristen, harus lebih hati-hati memeriksa fondasi alkitabiah yang mendasari praktek pendidikan Kristen tersebut.

Alkitab adalah sumber esensial utama agar bisa mengerti keunikan dan sensasi Kristen dalam pendidikan. Karena pendidikan Kristen yang dibangun diatas pola yang selalu berdasarkan pada Alkitab justru akan memberikan pengalaman edukasional yang dinamis dan beragam. Terdapat dua fondasi alkibiah disini, yaitu fondasi dalam Perjanjian Lama (PL) dan fondasi dalam Perjanjian Baru (PB).

Jika ingin mendefinisikan pendidikan Kristen maka setidaknya terdapat faktor-faktor yang harus diperhatikan, seperti: tujuan (apa), konteks (dimana), pelaku (siapa), metode (bagaimana), materi (apa) dan waktu (kapan), ini semua harus tersirat di dalamnya. Dengan begitu maka untuk tiap konteks dan tujuan tertentu, pengertian tentang pendidikan Kristen perlu dijelaskan secara spesifik.

Bisa disimpulkan bahwa pendidikan Kristen adalah upaya Ilahi dan manusiawi, secara berkesinambungan memberikan pengetahuan, nilai-nilai, sikap-sikap, keterampilan-keterampilan serta sensitivitas dan ingkah laku yang konsisten dengan iman Kristen. Pendidikan pada titik ini adalah usaha dan upaya untuk melakukan perubahan atau pembaharuan serta reformasi pribadi-pribadi, kelompok-kelompok dan struktur-struktur oleh kuasa Roh Kudus, sehingga bersesuaian dengan kehendak Allah, sebagaimana yang dinyatakan dalam Kitab Suci, terutama di dalam Yesus serta diwujudkan oleh upaya itu.

Dengan demikian maka pengertian ini dapatlah diimplikasikan ke dalam berbagai konteks pendidikan, yakni dalam rumah tangga, di sekolah, di gereja, dan ditengah-tengah masyarakat dunia.

Pendidikan Kristen tidak saja berupaya untuk mengalihkan nilai-nilai dasar, doktrin atau ajaran, tetapi juga berusaha untuk mengalihkan perlengkapan-perlengkapan yang dibutuhkan dalam konteks dimana anak didik itu berada. Anak didik diperlengkapi sedemikian rupa, sehingga dalam bimbingan Allah, mereka mampu menjadi saluran berkat untuk orang lain---dalam rangka pembaharuan keluarga, gereja, dan masyarakatnya.

Homrighausen & Enklaar (2004) berpendapat bahwa Pendidikan Agama Kristen (PAK) adalah pendidikan yang diberikan baik itu pada pelajar muda dan tua untuk memasuki persekutuan iman yang hidup dengan Tuhan sendiri dan oleh serta dalam Dia, mereka terhisap pada persekutuan jemaat-Nya yang mengakui dan memuliakan nama-Nya di segala waktu dan tempat.

Dengan demikian maka PAK sebenarnya merupakan sebuah 'usaha' yang dilakukan oleh pihak gereja untuk membawa jiwa-jiwa baru pada pengenalan akan 'jalan keselamatan' dan hidup kekal, yaitu melalui Yesus Kristus, dengan menyaksikan pribadi Yesus melalui sikap dan perbuatan orang percaya.

Piper Jhon (2012) mempertegas posisi PAK bahwa tujuan semua studi Kristen---bukan hanya soal studi Alkitab saja---adalah studi yang mempelajari realitas sebagai manifestasi dari kemuliaan Allah, mempercakapkannya, dan menuliskannya dengan akurat, kemudian menikmati keagungan Allah di dalamnya, lalu menggunakannya demi kebaikan manusia. Sebab adalah juga sebuah penyangkalan terhadap eksistensi studi, apabila seorang Kristen melakukan tugas akademisnya hanya dengan "sedikit" saja referensi kepada Allah.

Jika alam semesta dan seisinya eksis karena rancangan Allah yang mutlak dan berpribadi---demi menyatakan dan mengasihi kemuliaan multidimensi-Nya. Maka menganalisis sesuatu tanpa referensi kepada kemuliaan Allah, bukanlah sebuah studi, melainkan sebuah "pemberontakan".

Posting Komentar

Copyright © NABIRE.ONLINE. Designed by OddThemes